• This is default featured slide 1 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 2 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 3 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 4 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

  • This is default featured slide 5 title

    Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 22 November 2016

jathilan

Hasil gambar untuk gambar tari jathilan
  1. Pengertian Jatilan.
         Jathilan adalah kesenian yang telah lama dikenal oleh Masyarakat Yogyakarta dan juga sebagian Jawa Tengah. Jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, kuda kepang, ataupun jaran kepang. Tersemat kata “kuda” karena kesenian yang merupakan perpaduan antara seni tari dengan magis ini dimainkan dengan menggunakan properti berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang).
Dilihat dari asal katanya, jathilan berasal dari kalimat berbahasa Jawa “jaranne jan thil-thilan tenan,” yang jika dialihbahasakan ke dalam bahasa indonesia menjadi “kudanya benar-benar joget tak beraturan ”.  Joget beraturan (thil-thilan) ini memang bisa dilihat pada kesenian jathulan utamanya ketika para penari telah kerasukan.
  1. Sejarah Jatilan
Kesenian tari jathilan dahulu kala sering dipentaskan pada dusun-dusun kecil.  Pementasan ini memiliki dua tujuan, yang pertama yaitu sebagai sarana menghibur rakyat sekitar, dan yang kedua juga dimanfaatkan sebagai media guna membangkitkan semangat rakyat dalam melawan penjajah.
Ada beberapa cerita awal sejarah mengenai jatilan. Versi pertama menceritakan jatilan adalah kesenian yang mengisahkan perjuangan Raden Patah dibantu Sunan Kalijaga dalam melawan penjajahan Belanda. Sebagaimana yang kita ketahui, Sunan Kalijaga adalah sosok yang acap menggunakan budaya, tradisi dan kesenian sebagai sarana pendekatan kepada rakyat, maka cerita perjuangan dari Raden Patah itu digambarkan kedalam bentuk seni tari jathilan.
Versi terahkir adalah jatilan merupakan cerita  Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik. Tatkala yang disampaikan adalah cerita mengenai Panji Asmarabangun, maka penampilan para penaripun menggambarkan tokoh tersebut, baik aksesoris pun gerakannya.   Sebagai contoh aksesorisnya adalah mengenakan gelang tangan, gelang kaki, ikat pada lengan, kalung, menyengkelit keris, dan tentu saja mengenakan mahkota yang acap disebut “kupluk Panji.
  1. Gerakan dan  Pelaksanaan Tarian
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakan-nya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk mengiringi jatilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking.
Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, namun ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.
Pada mulanya penari nampak lemah gemulai dalam menggerakkan badan, namun seiring waktu berjalan,  para penari menjadi kerasukan roh halus, dimana kondisi kerasukan ini dalam bahasa Jawa sering dikatakan istilah “ndadi” atau dalam bahasa Inggrisnya ‘trance’ . Dalam keadaan kerasukan, para penari jatilan hampir tidak sadar terhadap apa yang diperbuatnya. Gerakan tariannyapun mulai tak beraturan, pada kondisi inilah kata jathilan itu tergambar, jaranne jan thil-thilan tenan (kudanya benar-benar berjoget tak beraturan).

Dalam satu pertunjukan, kecuali para penari yang memiki jumlah tertentu tergantung cerita yang hendak disampaikan, maka ada instrumen pertunjukan lainnya, yaitu para penabuh gamelan, para perias, dan yang tak boleh ketinggalan adalah keberadaan “ pawang ”,  yaitu sosok yang memiliki peran serta tanggungjawab mengendalikan jalannya pertunjukan dan menyembuhkan para penari yang kerasukan.
Ketika  terjadinya “ ndadi ” alias kerasukan, para penari jathilan mampu melakukan  atraksi berbahaya yang tidak dapat dicerna oleh akal manusia, sebagai contoh adalah memakan dedaunan, menyantap kembang, bahkan juga mengunyah beling (pecahan kaca), bahkan berperang menggunakan pedang, serta tindakkan menyayat lengan.
Pelaku seni tari kuda lumping tak sebatas pada jenis kelamin laki-laki saja,melainkan ada pula perempuannya, keduanya tetap tak bisa lepas dari kejadian ‘ndadi’ a.k.a trance. Ini memberikan pesan bahwa jathilan selain merupakan hiburan rakyat juga mampu menyertakan unsur ritual.  Contoh nyata adalah ketika seorang pawang jathilan melakukan suatu ritual yang intinya memohon ijin kepada Tuhan agar jalannya pertunjukan lancar, serta mengucapkan “permisi” kepada makhluk lain yang berada diseputaran tempat tersebut agar tidak menggangu jalannya pertunjukan.
Dalam Seni Jatilan disediakan berbagai sesaji yang disediakan. Sajen yang disediakan pada pertunjukan jathilan diantaranya adalah satu tangkep pisang raja, beberapa macam jajanan pasar berupa makanan-makanan, tumpeng robyong yang dihias dengan daun kol, bermacam-macam kembang, beraneka jenis minuman (kopi ,teh , air putih ), menyan, hio (dupa China), ingkung (ayam bekakak), sega golong (nasi bulet), dan lain sebagainya. Jenis sesaji ini tentu saja tak sama antara daerah satu dengan yang lainnya.
  1. Jathilan Kreasi Baru.
Perkembangan jaman menuntut untuk kita lebih kreatif, karenanya kreasi dan inovasi seolah diwajibkan apabila kita tetap bisa survive dalam melakukan gerakan   Begitu pula pada pengembangan seni jathilan ini, agar tak begitu asing bagi anak-anak jaman sekarang yang telah menikmati jaman maju, maka dikembangkanlah jathilan dengan sentuhan kreasi baru.
Yang menjadi pembeda dari jatilan kreasi baru / modern  berbanding jathilan klasik adalah pada gamelan sebagai musik pengirim dan juga pada penampilan, baik pemain tambahan, pakaian ataupun aksesorisnya.  Sebagai contoh adalah  terdapatnya tambahan gamelan dengan drum ataupun alat musik lain yang menggabungkan antara pentatonis dengan diatonis.
Pada sisi penampilan, seni tari jathilan ‘kreasi baru’ adakalanya menampilkan peran “celeng” (babi), “munyuk” (monyet), dan beberapa penari topeng. Bahkan ada juga jathilan gedruk, yaitu jathilan yang beberapa penarinya mengenakan aksesoris klinthing di kakinya sehingga menimbulkan suara bergemerincing secara kompak.
Share:

tari payung

Tari payung adalah tarian yang melambangkan kasih sayang.[1]Tarian ini dilakukan dengan menggunakan payung sebagai instrument pelengkap.[2]Tarian yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat ini biasanya dilakukan oleh 3-4 orang penari yang dilakukan secara berpasangan antara pria dan wanita.[1]Tarian ini mencerminkan pergaulan muda-mudi, sehingga penggunaan payung ini betujuan untuk melindungi mereka dari hal-hal negatif.[3]Tarian ini biasa dibawakan pada saat pembukaan suatu acara pesta,pameran atau bentuk kegiatan lainnya.[4]

Makna Properti


Randai Padang Panjang
Makna dari tari ini adalah wujud perlindungan dan kasih sayang seorang kekasih kepada pasangannya atau suami kepada istrinya dalam membina kehidupan rumah tangga agar selalu bahagia dan sentosa. [5] [6] [4]Bentuk perlindungan ini tidak diartikan melalui gerakan para penari pria dan wanita, karena gerakan ini telah dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman.[1]Tapi, makna tarian ini dilambangkan dengan properti yang digunakan berupa payung untuk pria dan selendang untuk wanita.[3]Payung dilambangkan sebagai bentuk perlindungan pria sebagai pilar utama dalam keluarga.[6]Si penari pria akan melindungi kepala penari wanita.[1]Sedangkan, selendang khas Padang dilambangkan sebagai ikatan cinta suci yang kuat dan penuh akan kesetiaan dari seorang wanita serta kesiapannya dalam membangun rumah tangga[6] [1]

Lagu Pengiring

Lagu pengiring tari payung berjudul Babendi-bendi ke Sungai Tanang. Dikisahkan bahwa makna dalam lagu ini menceritakan tentang sepasang suami-istri yang sedang berbulan madu di Sungai Tanang.[7] Berikut ini adalah lirik lagu pengiring tari payung:[8] Babendi-bendi Babendi..bendi Ka sungai tanang Aduhai sayang (2x) Singgahlah mamatiak..singgahlah mamatiak Bunga lembayung (2x) Hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek rang mudo..mailek rang mudo manari payung..(2x) Hati siapo..hati siapo..indak ka sanang aduhai sayang..(2x) Mailek si nona..mailek si nona manari payung..(2x)
Berbendi-bendi Berbendi-bendi Ke sungai tenang..aduhai sayang (2x) Singgahlah memetik..singgahlah memetik bunga lembayung Hati siapa..hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x) Melihat orang muda..melihat orang muda menari payung.. Hati siapa tidaklah senang aduhai sayang (2x) Melihat si nona..melihat si nona..menari payung(2x)

Share:

Senin, 21 November 2016

tari remo

Hasil gambar untuk gambar tari remo
Tari Remo adalah salah satu tarian untuk penyambutan tamu agung, yang ditampilkan baik oleh satu atau banyak penari. Tarian ini berasal dari Provinsi Jawa Timur.


Tari Remo berasal dari Kabupaten Jombang, Jawa Timur[butuh rujukan]. Tarian ini berasal dari kecamatan Diwek Di desa Ceweng, tarian ini diciptakan oleh warga yang berprofesi sebagai pengamen tari di kala itu, memang banyak profesi tersebut di Jombang, kini Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukanludruk. Namun, pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah.
Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Pertunjukan tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.
Berdasarkan perkembangan sejarah tari remo, dulunya tari remo merupakan seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu – tamu kenegaraan. Selain itu tari remo juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remo putri. Dalam pertunjukan tari remo putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

Tata Gerak[sunting | sunting sumber]

Karakteristika yang paling utama dari Tari Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristika yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif.

Tata Busana[sunting | sunting sumber]

Busana dari penari Remo ada berbagai macam gaya, di antaranya: Gaya Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan. Selain itu terdapat pula busana yang khas dipakai bagi Tari Remo gaya perempuan.

Busana gaya Surabayan[sunting | sunting sumber]

Terdiri atas ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke-18, celana sebatas pertengahan betis yang dikait dengan jarum emas, sarung batik Pesisiran yang menjuntai hingga ke lutut, setagen yang diikat di pinggang, serta keris menyelip di belakang. Penari memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang masing-masing ujung selendang. Selain itu, terdapat pula gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan di pergelangan kaki.

Busana Gaya Sawunggaling[sunting | sunting sumber]

Pada dasarnya busana yang dipakai sama dengan gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni penggunaan kaus putih berlengan panjang sebagai ganti dari baju hitam kerajaan.

Busana Gaya Malangan[sunting | sunting sumber]

Busana gaya Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum.

Busana Gaya Jombangan[sunting | sunting sumber]

Busana gaya Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi.

Busana Remo Putri[sunting | sunting sumber]

Remo Putri mempunyai busana yang berbeda dengan gaya remo yang asli. Penari memakai sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang saja yang disemat di bahu bahu.

Pengiring[sunting | sunting sumber]

Musik yang mengiringi Tari Remo ini adalah gamelan, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi Tari Remo adalah Jula-Juli dan Tropongan, namun dapat pula berupa gending Walangkekek, Gedok Rancak, Krucilan atau gending-gending kreasi baru. Dalam pertunjukan ludruk, penari biasanya menyelakan sebuah lagu di tengah-tengah tariannya.

Tema & Jenis[sunting | sunting sumber]

Tema dari Tari Remo adalah tema kepahlawanan dan jenis dari Tari Remo adalah tari laki laki gagah

sumber:.https://id.wikipedia.org/wiki/remo
Share:

serimpi


Srimpi adalah bentuk repertoar (penyajian) tari Jawa klasik dari tradisi kraton Kesultanan Mataram dan dilanjutkan pelestarian serta pengembangan sampai sekarang oleh empat istana pewarisnya di Jawa Tengah (Surakarta) dan Yogyakarta[1][2].
Penyajian tari pentas ini dicirikan dengan empat penari melakukan gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemahlembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan.[3][4] Srimpi dianggap mempunyai kemiripan posisi sosial dengan tari Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan gerak para penari[5] dan sebagai tarian keraton.
Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral.[6] Dulu tari ini hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton.[6] Serimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.[6][7][8]
Dalam pagelaran, tari serimpi tidak selalu memerlukan sesajen seperti pada tari Bedhaya, melainkan hanya di waktu-waktu tertentu saja.[7] Adapun iringan musik untuk tari Serimpi adalah mengutamakan paduan suara gabungan, yakni saat menyanyikan lagu tembang-tembang Jawa.[7]
Serimpi sendiri telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa, di antaranya durasi waktu pementasan.[9] Kini salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Tengah ini dikembangkan menjadi beberapa varian baru dengan durasi pertunjukan yang semakin singkat.[9] Sebagai contoh Srimpi Anglirmendhung menjadi 11 menit dan juga Srimpi Gondokusumo menjadi 15 menit yang awal penyajiannya berdurasi kurang lebih 60 menit.[10]
Selain waktu pagelaran, tari ini juga mengalami perkembangan dari segi pakaian.[11] Pakaian penari yang awalnya adalah seperti pakaian yang dikenakan oleh pengantin putri keraton dengan dodotan dan gelung bokor sebagai hiasan kepala, saat ini kostum penari beralih menjadi pakaian tanpa lengan, serta gelung rambut yang berhiaskan bunga ceplok, dan hiasan kepala berupa bulu burung kasuari.[11][12]

Sejarah dan filosofi

Kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1646.[13] Tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan kenaikan tahta sultan.[13] Pada tahun 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.[13] Perpecahan ini berimbas pada tari Serimpi sehingga terjadi perbedaan gerakan, walaupun inti dari tariannya masih sama.[13] Tari ini muncul di lingkungan keraton Surakarta sekitar tahun 1788-1820.[9] Dan mulai tahun 1920-an dan seterusnya, latihan tari klasik ini dimasukkan ke dalam mata pelajaran Taman-taman siswa Yogyakarta dan dalam perkumpulan tari serta karawitan Krida Beksa Wirama.[7] Setelah Indonesia merdeka, tari ini kemudian juga diajarkan di akademi-akademi seni tari dan karawitan pemerintah, baik di Solo maupun di Yogyakarta.[7]
Awalnya tari ini bernama Srimpi Sangopati yang merujuk pada suatu pengertian, yakni calon pengganti raja.[14] Namun, Serimpi sendiri juga mempunyai arti perempuan.[15] Pendapat yang lain, menurut Dr. Priyono, nama serimpi dapat dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi.[13] Maksudnya adalah ketika menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu, para penonton seperti dibawa ke alam lain, yakni alam mimpi.[13]
Mahabarata, salah satu kisah yang diabadikan dalam tari Serimpi.
Kemudian terkait dengan komposisinya, menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yakni: Grama ( api), Angin ( udara), Toya (air), Bumi ( tanah).[9][13][16] Komposisinya yang terdiri dari empat orang tersebut membentuk segi empat yang melambangkan tiang pendopo.[13] Adapun yang digambarkan dalam pagelaran tari serimpi adalah perangnya pahlawan-pahlawan dalam cerita Menak, Purwa, Mahabarata, Ramayana, sejarah Jawa dan yang lain atau dapat juga dikatakan sebagai tarian yang mengisahkan pertempuran yang dilambangkan dalam dua kubu (satu kubu berarti terdiri dari dua penari) yang terlibat dalam suatu peperangan.[15][16][17] Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua Hal. yang bertentangan antara baik dan buruk, antara benar dan salah, serta antara akal manusia dan nafsunya.[13] Keempat penarinya biasanya berperan sebagai Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.[9]
Sri Sultan Hamengkubuwana VII, penggagas tari Serimpi bersenjatakan pistol.
Tema perang dalam tari Serimpi menurut Raden Mas Wisnu Wardhana, merupakan penggambaran falsafah hidup ketimuran.[13] Peperangan dalam tari Serimpi merupakan simbol pertarungan yang tak kunjung habis antara kebaikan dan kejahatan.[13] Bahkan tari Serimpi dalam mengekspresikan gerakan tari perang terlihat lebih jelas karena dilakukan dengan gerakan yang sama dari dua pasang prajurit melawan prajurit yang lain dengan bantuan properti tari berupa senjata.[13] Senjata yang digunakan dalam tari ini, antara lain berupa keris kecil atau cundrik, jembeng (semacam perisak), dan tombak pendek.[13] Pada zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwana VII, yaitu pada abad ke-19, ada pula tari Serimpi yang senjatanya berupa pistol yang ditembakkan ke arah bawah.[11]
Pertunjukkan tari asal Jawa Tengah ini biasanya berada di awal acara karena berfungsi sebagai tari pembuka, selain itu, tari ini terkadang juga ditampilkan ketika ada pementasan wayang orang.[15][18] Sampai sekarang tari Serimpi masih dianggap sebagai seni yang adhiluhung serta merupakan pusaka keraton.[13]

Jenis-jenis

Berkas:Serimpi Ronggowati.png
Pagelaran Tari Serimpi Renggawati
Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung.[13][19] Untuk Kesultanan Surakarta, Serimpi digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.[13] Salah satu jenis tari Serimpi yang lain adalah Serimpi Renggawati yang dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah dengan satu penari sebagai putri Renggawati.[17] Adapun kisah yang diceritakan adalah kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan terkena kutukan menjadi burung Mliwis.[17] Dia akan dapat kembali ke wujud semula jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik jelita (putri Renggawati).[17] Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-tarian yang digelar oleh para penari serimpi Renggawati yang diakhiri dengan sebuah kebahagiaan.[17]
Di luar tembok keraton, ada tari Serimpi yang juga ditarikan oleh lima penari, yakni Serimpi Lima.[8] Tari ini berkembang di wilayah pedesaan, yakni di tengah-tengah masyarakat desa Ngadireso, kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang, Jawa Timur.[8] Di desa Ngadireso, Serimpi akan digelar saat ada upacara ruwatan, yakni suatu proses pembersihan diri yang bertujuan untuk menghilangkan nasib buruk serta aura negatif dalam diri seseorang yang dilakukan dengan cara tertentu.[20][21] Adapun ruwatan yang dilakukan adalah ruwatan murwakala, yakni ruwatan yang dilakukan untuk menyelamatkan atau melindungi seseorang yang diyakini akan menjadi mangsa atau makananan Bethara Kala.[8] Meskipun begitu, Serimpi ini bertemakan kegembiraan, erotik, dan sakral.[22] Serimpi Lima merupakan wujud dari gagasan dan aktivitas masyarakat pemiliknya.[22] Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosio-kultural karena dalam lingkungan etnik, perilaku mempunyai wewenang yang amat besar dalam menentukan keberadaan kesenian termasuk tari tradisional.[22]
Berkas:Serimpi Ludiramadu.png
Pagelaran Tari Serimpi Ludiramadu
Bentuk serimpi tertua menurut sumber tertulis, diciptakan oleh Sri Pakubuwana V pada tahun Jawa 1748 atau sekitar tahun 1820-1823, yakni Serimpi Ludiramadu.[2] Tari ini diciptakan olehnya untuk mengenang ibunya yang berdarah Madura.[23] Untuk bentuk terbaru serimpi adalah Serimpi Pondelori, gubahan para guru perkumpulan tari Yogyakarta, kemudian ada Among Beksa yang dipentaskan oleh delapan orang penari dengan mengambil tema Menak.[2]
Berkas:Serimpi Pondelorii.png
Pagelaran Tari Serimpi Pondelori
Serimpi Pondelori sendiri adalah suatu bentuk tari Serimpi khas Yogyakarta yang dipentaskan oleh empat orang.[14] Isinya adalah sebuah pertengkaran antara Dewi Sirtupilaeli dan Dewi Sudarawerti yang memperebutkan cinta dari Wong Agung Jayengrana, pangeran dari negeri Arab.[14]. Di akhir cerita tidak terjadi kekalahan maupun kemenangan karena dua kubu yang berseteru akhirnya semua dinikahi oleh pangeran.[14]
Kemudian ada tari Serimpi Tiongkok.[14] Yang membedakan dari tari ini adalah penarinya mengenakan baju khas orang Tionghoa.[14] Biasanya tari yang satu ini dibawakan di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.[14]
Selanjutnya adalah tari Serimpi Pamugrari, dinamakan seperti itu karena musik pengiringnya menggunakan gending pramugari.[14] Untuk senjata yang dibawa saat menari adalah pistol.[14]

sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Srimpi
Share:

tari lilin

Tari Lilin adalah tarian tradisional Sumatera Barat. Tari lilin ini merupakan tarian istana pada zaman dahulu yang dilakukan pada malam hari. Para penari yang melakukan tarian lilin terdiri dari beberapa orang yang menggunakan piring kecil yang berisi lilin menyala ditangannya. Tari lilin selalu diiringin oleh musik yang dibawakan oleh sekelompok musisi. Tari lilin dilakukan dengan sangat hati-hati, agar piring yang ada ditangan tidak jatuh serta lilin yang ada dalam piring tersebut tidak mati.

Asal Usul dan Sejarah Tari Lilin

Asal Usul dan Sejarah Tari Lilin dari Sumatera Barat ini didasarkan pada cerita rakyat bahwa konon seorang gadis telah ditinggalkan oleh tunangan yang pergi berdagang mencari harta. Selama peninggalan tunangannya itu gadis telah kehilangan cincin pertunangan. Gadis tersebut mencari cincin sampai larut malam dengan menggunakan lilin yang ditempatkan pada piring. Gerakan tubuh yang meliuk, membungkuk, menengadah (berdoa) melahirkan keindahan sehingga peristiwa ini telah melahirkan Tari Lilin di kalangan gadis-gadis desa.

Gerakan Penari Lilin


Gerakan yang dilakukan penari lilin adalah menari dengan memutarkan tangan yang memegang piring dengan posisi piring tetap mendatar dan lilin tidak padam seperti video dibawah ini :

 

Busana Penari Lilin

Sedangkan busana yang dipergunakan oleh penari lilin adalah busana adat wanita khas minangkabau, diantaranya penggunaan tengkuluak (hiasan kepala berbentuk lancip), baju batabur dan lambak/sarung.

Demikian Sobat sekilas mengenai tari lilin, tarian tradisional Sumatera Barat. Semoga informasi ini berguna bagi Sobat semua Orang Indonesia.

sumber:http://www.tradisikita.my.id/2015/03/tari-lilin-dari-sumatera-barat.html


Share:

tari pendhet


Tari Pendet.jpg
Penari pendet memegang bokor tempat bunga yang akan ditaburkan.
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi (? - 1967).[butuh rujukan]
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.[butuh rujukan]
Tarian ini diajarkan sekadar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangkukendicawan, dan perlengkapansesajen lainnya.[butuh rujukan]

Kontroversi Pendet 2009[sunting | sunting sumber]

Tari pendet menjadi sorotan media Indonesia karena tampil dalam program televisi Enigmatic Malaysia Discovery Channel. Menurut pemerintah Malaysia, mereka tidak bertanggung jawab atas iklan tersebut karena dibuat oleh Discovery Channel Singapura,[1] kemudian Discovery TV melayangkan surat permohonan maaf kepada kedua negara, dan menyatakan bahwa jaringan televisi itu bertanggung jawab penuh atas penayangan iklan program tersebut.[2] Meskipun demikian, insiden penayangan pendet dalam program televisi mengenai Malaysia ini sempat memicu sentimen Anti-Malaysia di Indonesia.

sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Pendet
Share:

Flickr

Diberdayakan oleh Blogger.

dewik my blog

Recent Posts

Featured
Most Popular

Kategori

Kategori

Recent Comments

About me

Featured

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Facebook

Follow

Ads

Flickr Images

Like us on Facebook

Popular Posts

Videos

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support

Diagonal Select - Hello Kitty 2